Pernahkah anda tahu bagaimana proses perjalanan dengan kecepatan cahaya atau kalau dalam Islam disebut dengan perjalanan Isra? Apakah anda tahu syarat suatu benda atau materi agar bisa menjadi kecepatan cahaya? Teori ilmiah apakah yang bisa menjelaskan perubahan materi menjadi energi cahaya? Bagaimanakah perubahan materi menjadi energi cahaya bisa terjadi? Di manakah langit ketujuh berada? Jangankan langit ketujuh, langit pertama saja para ahli astronomi, kosmologi dan semacamnya sampai sekarang belum pernah ada yang tahu!. Bisa-kah ilmu ilmiah menjelaskan tentang keberadaan langit kedua, ketiga, keempat hingga langit ketujuh? Sebagaimana perjalanan Mi`raj.
Saya akan mengajak anda terpesona di Sidratul Muntaha, dengan beberapa referensi dari buku Agus Mustofa yang berjudul “TERPESONA DI SIDRATUL MUNTAHA”. Di dalam buku ini, bpk. Agus Mustofa menjelaskan atau menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas baik dari sudut qur`ani (qauliyah) maupun dari sudut kauniyah (pendalaman sains).
Perlu diketahui, badan manusia akan hancur bila mengikuti kecepatan cahaya, jangankan kecepatan cahaya, naik pesawat Hercules atau ulang-alik saja tubuh/badan kita bakal hancur apalagi kecepatan cahaya. Di buku itu, bpk. Agus Mustofa sangat intens dalam memahami proses awal perjalanan hingga akhir perjalanan Isra. Bagaimana beliau menjelaskan dari sudut qur`an dan sains sungguh sangat menarik untuk dipahami. Dan yang memang sangat membuat saya menjadi `TERPESONA`, beliau bisa menjelaskan di mana langit ketujuh dari pendekatan ilmiah, sungguh benar-benar orang yang jenius. Tak hanya dari sudut sains atau ilmiah saja tetapi bpk. Agus Mustofa benar-benar intens dalam memahami al-qur`an. Semua ayat qur`an beliau tuang-kan di buku itu, biar menjadi jawaban yang utuh/tidak setengah-setengah. Benar-benar keseimbangan yang harmonis antara ilmu qauliyah dan kauniyah yang beliau referensikan di dalam buku itu.
Kebanyakan di antara kita masih menduga-duga atau dogma dalam memahami di manakah langit ketujuh? Kalau manusia yang malas berfikir pasti jawabannya, “ah, ngapain juga pusing-pusing mikir gituan yang penting makan”. Kalau yang awam kurang lebih jawabannya, “langit ketujuh berada di atas sana, yang butuh waktu lama sekali untuk bisa sampai sana, yang di setiap perbatasan antara langit dengan langit lainnya terdapat sebuah pintu atau gerbang”. Kalau yang jawab seorang ustad yang tidak mau mencoba explore ayat qur`an, atau takut salah, kurang lebih jawabannya, “tidak usah terlalu dipikir dulu masalah di mana langit ketujuh, sekarang yang penting belajar mengaji dulu saja yang benar, karena takutnya jawaban saya dapat membuat aqidah kamu goyah”.
Saya kurang setuju dengan ketiga bentuk jawaban di atas. Perlu dikritisi, jawaban yang pertama dari seorang manusia yang malas berfikir, ialah kenapa bisa pusing, di qur`an dijelaskan di mana langit ketujuh, untuk yang ini saya prihatin, karena orang yang seperti ini bisa jadi bertuhan kepada kemalasannya, kemalasan dalam berfikir yang membuat manusia menjadi bodoh/jahiliyah dan bertuhan lagi kepada kebodohannya. Jadi dalam beragama, kita harus gunakan akal sehat kita dalam memahami ayat-ayat qur`an. Yang kedua, sudah jelas pendapat ini ialah pendapat klasik, pendapat anak kecil, kenapa seperti itu saya katakan? Ya jelas kenyataan kini di depan mata, langit pertama saja ujungnya belum ada yang tahu, memang benar di qur`an dijelaskan di setiap perbatasan langit ada penjaga, tetapi bukannya pintu atau gerbang atau malaikat penjaga sebagai pembatas. Sekarang kalau langit itu adanya di atas, langitnya orang Indonesia dengan orang Amerika berbeda dong? Karena antara Indonesia dengan Amerika saling bertolak arah. Dan pendapat ini dijelaskan tanpa akar yang kuat, baik dari segi qur`an maupun kauniyah/sains. Pendapat yang terakhir dari seorang ustad atau orang yang lebih mengerti, saya rasa yang membuat aqidah menjadi goyah bukannya karena kita memikirkan di mana langit ketujuh, tetapi kita bakal penasaran terus karena tidak pernah bisa memahami di mana langit ketujuh, dan itu bisa membuat aqidah menjadi goyah. Justru kalau kita bisa explore tentang keberadaan langit, itulah yang akan membuat aqidah menjadi kuat.
Baiklah cukup segitu saja referensi yang saya kemukakan, selebihnya anda bisa membacanya sendiri untuk lebih jelasnya. Buku yang menjelaskan semua statement atau referensi di atas ialah buku yang berjudul “TERPESONA DI SIDRATUL MUNTAHA” karya Agus Mustofa.
Sekarang saya mau tau tanggapan atau komentar anda baik tentang topik tersebut (ISRA MI`RAJ) maupun tentang ustad. Agus Mustofa dengan bukunya itu. Silahkan berkomentar, kritis lebih baik. Semoga bermanfaat.
Nb : Buat teman-teman jika ada yang mau beli buku ini, silahkan order di sini.
Saya akan mengajak anda terpesona di Sidratul Muntaha, dengan beberapa referensi dari buku Agus Mustofa yang berjudul “TERPESONA DI SIDRATUL MUNTAHA”. Di dalam buku ini, bpk. Agus Mustofa menjelaskan atau menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas baik dari sudut qur`ani (qauliyah) maupun dari sudut kauniyah (pendalaman sains).
Perlu diketahui, badan manusia akan hancur bila mengikuti kecepatan cahaya, jangankan kecepatan cahaya, naik pesawat Hercules atau ulang-alik saja tubuh/badan kita bakal hancur apalagi kecepatan cahaya. Di buku itu, bpk. Agus Mustofa sangat intens dalam memahami proses awal perjalanan hingga akhir perjalanan Isra. Bagaimana beliau menjelaskan dari sudut qur`an dan sains sungguh sangat menarik untuk dipahami. Dan yang memang sangat membuat saya menjadi `TERPESONA`, beliau bisa menjelaskan di mana langit ketujuh dari pendekatan ilmiah, sungguh benar-benar orang yang jenius. Tak hanya dari sudut sains atau ilmiah saja tetapi bpk. Agus Mustofa benar-benar intens dalam memahami al-qur`an. Semua ayat qur`an beliau tuang-kan di buku itu, biar menjadi jawaban yang utuh/tidak setengah-setengah. Benar-benar keseimbangan yang harmonis antara ilmu qauliyah dan kauniyah yang beliau referensikan di dalam buku itu.
Kebanyakan di antara kita masih menduga-duga atau dogma dalam memahami di manakah langit ketujuh? Kalau manusia yang malas berfikir pasti jawabannya, “ah, ngapain juga pusing-pusing mikir gituan yang penting makan”. Kalau yang awam kurang lebih jawabannya, “langit ketujuh berada di atas sana, yang butuh waktu lama sekali untuk bisa sampai sana, yang di setiap perbatasan antara langit dengan langit lainnya terdapat sebuah pintu atau gerbang”. Kalau yang jawab seorang ustad yang tidak mau mencoba explore ayat qur`an, atau takut salah, kurang lebih jawabannya, “tidak usah terlalu dipikir dulu masalah di mana langit ketujuh, sekarang yang penting belajar mengaji dulu saja yang benar, karena takutnya jawaban saya dapat membuat aqidah kamu goyah”.
Saya kurang setuju dengan ketiga bentuk jawaban di atas. Perlu dikritisi, jawaban yang pertama dari seorang manusia yang malas berfikir, ialah kenapa bisa pusing, di qur`an dijelaskan di mana langit ketujuh, untuk yang ini saya prihatin, karena orang yang seperti ini bisa jadi bertuhan kepada kemalasannya, kemalasan dalam berfikir yang membuat manusia menjadi bodoh/jahiliyah dan bertuhan lagi kepada kebodohannya. Jadi dalam beragama, kita harus gunakan akal sehat kita dalam memahami ayat-ayat qur`an. Yang kedua, sudah jelas pendapat ini ialah pendapat klasik, pendapat anak kecil, kenapa seperti itu saya katakan? Ya jelas kenyataan kini di depan mata, langit pertama saja ujungnya belum ada yang tahu, memang benar di qur`an dijelaskan di setiap perbatasan langit ada penjaga, tetapi bukannya pintu atau gerbang atau malaikat penjaga sebagai pembatas. Sekarang kalau langit itu adanya di atas, langitnya orang Indonesia dengan orang Amerika berbeda dong? Karena antara Indonesia dengan Amerika saling bertolak arah. Dan pendapat ini dijelaskan tanpa akar yang kuat, baik dari segi qur`an maupun kauniyah/sains. Pendapat yang terakhir dari seorang ustad atau orang yang lebih mengerti, saya rasa yang membuat aqidah menjadi goyah bukannya karena kita memikirkan di mana langit ketujuh, tetapi kita bakal penasaran terus karena tidak pernah bisa memahami di mana langit ketujuh, dan itu bisa membuat aqidah menjadi goyah. Justru kalau kita bisa explore tentang keberadaan langit, itulah yang akan membuat aqidah menjadi kuat.
Baiklah cukup segitu saja referensi yang saya kemukakan, selebihnya anda bisa membacanya sendiri untuk lebih jelasnya. Buku yang menjelaskan semua statement atau referensi di atas ialah buku yang berjudul “TERPESONA DI SIDRATUL MUNTAHA” karya Agus Mustofa.
Sekarang saya mau tau tanggapan atau komentar anda baik tentang topik tersebut (ISRA MI`RAJ) maupun tentang ustad. Agus Mustofa dengan bukunya itu. Silahkan berkomentar, kritis lebih baik. Semoga bermanfaat.
Nb : Buat teman-teman jika ada yang mau beli buku ini, silahkan order di sini.
2 comments:
P.agus keren bgt.
sy pengen kaangan agus mustafa dlm bentuk pdf,,gmn cr dapetinnya?
Post a Comment